Tugas mata kulya : manajemen kwalitas total
Judul
: penerapan tqm pada pendidikan islam
Disusun oleh : ria irawan
NIM : 092118
NIM : 092118
Kelas : bm_2 (s1)manajemen
Tahun
ajaran : 2011-2012
Pekanbarau-riau
KATA
PENGANTAR
Segala
puji bagi tuhan yang telah menolong hambanya dalam menyelesaikan Makalah ini dengan kemudahan.Dan.Tanpa
pertolongan tuhan mungkin saya tidak akan bisa menyelesaikan dengan baik.
Makalah
ini disusun agar pembaca dapat mengetahui seberapa besar pengaruh tqm pada
pendidikan islam yang penyusun sajikan berdasarkan berbagai sumber.Makalah ini
disusun oleh saya dengan berbagai rintangan.Baik rintangan dari diri sendiri
maupun dari luar.Namun dengan pengaruh kesabaran dan pertolongan tuhan akhirnya
makalah ini dapat diselesaikan.
Makalah
ini berjudul tentang “PENERAPAN TQM PADA PENDIDIDKAN ISLAM” dan sengaja dipilih
karena menarik perhatian saya untuk dicermati dan perlu mendapat dukungan dari
semu pihak yang peduli terhadap dunia pendidikan.
Saya juga
ngucapkan terima kasih kepada Pak Sugianto Yasir Se,M.SI yang telah banyak
membantu saya agar dapat menyelesaikan makalah ini.
Semoga
makalh ini dapat memberikan wawaasan kepada pembaca.Walau makalah ini memiliki
kekurangan dan kelebihan.Saya mohon saran dan kritiknnnya.terimakasih.
Pekanbaru,29
mei 2012
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR……………………………………………………………… i
DAFTAR ISI………………………………………………………………………… ii
BAB I PENDAHULUAN…………………………………………………………… 1
A.LATAR BELAKANG MASALAH...……………………………………………. 1
B.IDENTIFIKASIMA MASALAH 1
C.PEMBATASAN MASALAH 1
D.PERUMUSAN MASALAH 1
BAB II PEMBAHASAN……………………………………………………………. 2
A. Konsep TQM (Total Quality Management)……………………………………… 2
- 3
B. Manajemen Mutu dan TQM……………………………………………………… 4
- 6
C. Nilai-nilai
Kepemimpinan Islam dan Nilai-nilai TQM........................................... 7 - 8
D. Implikasi TQM pada Pendidikan Islam.................................................................. 9 - 11
BAB III PENUTUP..................................................................................................... 12
A. KESIMPULAN...................................................................................................... 12
B. SARAN.................................................................................................................. 12
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................. 13
ii
BAB
I
Pendahuluan
A.LATAR BELAKANG MASALAH
TQM atau Total
Quality Management (manajemen kualitas menyeluruh) adalah strategi
manajemen
yang ditujukan untuk menanamkan kesadaran kualitas
pada semua proses
dalam organisasi.
Sesuai dengan definisi dari ISO,
TQM adalah suatu pendekatan manajemen untuk suatu organisasi yang terpusat pada
kualitas, berdasarkan partisipasi semua anggotanya dan bertujuan untuk
kesuksesan jangka panjang melalui kepuasan pelanggan serta memberi keuntungan
untuk semua anggota dalam organisasi serta masyarakat.
Dalam bidang pendidikan Islam, khususnya pada
konteks Indonesia, penggunaan TQM memang terlihat belum familiar dan masih
jarang yang menerapkan konsep tersebut. Hal ini karena di Indonesia, TQM
pertama kali diperkenalkan mulai pada tahun 1980-an dan baru sekarang ini
konsep tersebut cukup populer di sektor swasta khususnya dengan adanya program
ISO 9000. Diawali penerapannya pada perusahaan-perusahaan terkemuka dan
perusahaan milik negara, TQM diadopsi sebagai bagian dari strategi untuk
meningkatkan daya kompetitif, baik di tingkat nasional mupun internasional.
Meski demikian, TQM kurang begitu dikenal
di sektor publik, khususnya bidang pendidikan. Akan tetapi sejak ada perubahan
dari era sentralisasi menuju desentralisasi, memungkinkan sektor publik
keadaannya ikut berubah, termasuk sektor pendidikan mulai beradaptasi dengan
konsep ini, sebagai langkah strategis guna meningkatkan pelayanan yang optimal
pada pelanggannya.
Menurut saya, TQM harusnya diterapkan pada setiap
satuan pendidikan Islam guna mendorong kualitas pelayanan prima kepada
stakeholders. Sebab, dalam dunia persaingan global yang tajam saat ini, orang
banyak berbicara tentang “mutu” terutama berhubungan dengan pekerjaan yang
menghasilkan produk dan/atau jasa. Suatu hasil dibuat karena ada yang
membutuhkan, dan kebutuhan tersebut berkembang seiring dengan tuntutan mutu
penggunanya.
B.
IDENTIFIKASIMA MASALAH
Sesuai dengan judul makalh ini
“PENERAPAN TQM PADA PENDIDIKAN ISLAM” berakitan dengan judul tersebut dapat
diidentifikasih sebagai berikut:
1.Bagaimana peran TQM terhadap
pendidikan islam
2.Bagaiman caranya meningkatkan
mutu pendididkan islam
C.
PEMBTASAN MASALAH
Untuk
menjelaskan ruang lingkup pembahasan,maka masalah yang dibahas di batasi pada
masalah :
a. Peran
TQM dalam pendidikan islam
b. Cara
meningkatkan mutu pendidikan islam
D.
PERUMUSAN MASALAH
Berdasarkan
latar belakang masalah dan pembatasan masalah tersebut dapat dirumuskan sebagai
berikut :
1. Bagaiman
Deskripsi peran TQM dalam pendidikan
2.
Bagaimana Deskripsi cara agar meningkatkan mutu pendidikan islam
1
BAB II PEMBAHASAN
A.
Konsep TQM (Total Quality Management)
Total
Quality Management (TQM) atau manajemen mutu menyeluruh
adalah suatu konsep manajemen yang telah dikembangkan sejak lima puluh tahun
lalu dari berbagai praktik manajemen serta usaha peningkatan dan pengembangan
produktivitas. Di masa lampau, literatur manajemen berfokus pada fungsi-fungsi
kontrol kelembagaan, termasuk perencanaan, pengorganisasian, perekrutan staf,
pemberian arahan, penugasan, strukturisasi dan penyusunan anggaran.
Konsep
manajemen ini membuka jalan menuju paradigma berpikir baru yang memberi
penekanan pada kepuasan pelanggan, inovasi dan peningkatan mutu pelayanan
secara berkesinambungan. Faktor-faktor yang menyebabkan lahirnya "perubahan
paradigma" adalah menajamnya persaingan, ketidak-puasan pelanggan
terhadap mutu pelayanan dan produk, pemotongan anggaran serta krisis ekonomi.
Meskipun akar TQM berasal dari model-model perusahaan dan industri, namun kini
penggunaannya telah merambah sturuktur manajemen, baik di lembaga pemerintah
maupun lembaga nirlaba.
TQM
memperkenalkan pengembangan proses, produk dan pelayanan sebuah organisasi
secara sistematik dan berkesinambungan. Pendekatan ini berusaha untuk
melibatkan semua pihak terkait dan memastikan bahwa pengalaman dan ide-ide
mereka memiliki sumbangan dalam pengembangan mutu. Ada beberapa prinsip-prinsip
fundamental yang mendasari pendekatan semacam itu, seperti mempromosikan
lingkungan yang berfokus pada mutu; - dimana terdapat komunikasi terbuka dan
rasa kepemilikan pegawai - sistem penghargaan dan pengakuan; pelatihan dan
pendidikan terus menerus, dan pemberdayaan pegawai.
Menurut
Salis (2006: 23), TQM adalah sebagai suatu filosofi dan suatu metodologi untuk
membantu mengelola perubahan. Inti dari TQM adalah perubahan budaya dari
pelakunya. Sedangkan menurut Slamet (1994: 54), menegaskan bahwa TQM adalah
suatu prosedur dimana setiap orang berusaha keras secara terus menerus
memperbaiki jalan menuju sukses. TQM bukanlah seperangkat peraturan dan
ketentuan yang kaku, tetapi merupakan proses-proses dan prosedur-prosedur untuk
memperbaiki kinerja. TQM juga menyelaraskan usaha-usaha orang banyak sedemikian
rupa sehingga orang-orang tersebut menghadapi tugasnya dengan penuh semangat
dan berpartisipasi dalam perbaikan pelaksanaan pekerjaan.
Oleh
karena TQM menselaraskan usaha-usaha orang banyak dan agar mereka bersemangat
dan berpartisipasi dalam perbaikan pelaksanaan pekerjaan, maka menuntut adanya
perubahan sifat hubungan antara yang mengelola (pimpinan) dan yang melaksanakan
pekerjaan (staf atau karyawan). Perintah dari atasan diubah menjadi inisiatif
dari bawah, dan tugas pimpinan bukanlah memberi perintah tetapi mendorong dan
memfasilitasi perbaikan mutu pekerjaan.
Pendapat
yang serupa juga diungkap Tjiptono (1999), TQM adalah salah satu pola
manajerial yang berusaha merespon perubahan yang serba cepat dan terus menerus
dalam kehidupan masyarakat. Konsep manajemen ini menawarkan pendekatan baru
dalam mengelola perusahaan, keutuhan dalam manajemen menjadi ciri utama TQM.
Dalam TQM tidak dikenal sistem pemisahan secara kaku antara think (yang
dilakukan pihak manajemen) dan act (yang diemban oleh karyawan).
2
Lebih
lanjut, Tjiptono mengungkapkan bahwa TQM merupakan proses perkembangan dari konsep
mutu. Awalnya, konsep mutu adalah dengan menggunakan nama yang diakhiri “ing”
seperti reengineering, rightsizing, restructuring, downsizing, delayering,
reinventing, benchmarking dan lain sebagainya. Dalam perkembangan
selanjutnya konsep kualitas/mutu kemudian menggunakan akronim tiga huruf,
seperti TQM (Total Quality Management), BPR (Business Process
Reengineering), ABC/ABM (Activity-Based Costing/Activity-Based
Management), EVA (Economic Value Added), JIT (just-In-Time), SCM (Strategic
Cost Management), QFD (Quality Function Deployment),
dan lain sebagainya.
Nama TQM dikenalkan pertama kali oleh
Nancy Warren, seorang behavioral scientist di Universitas States Navy.
Sekalipun banyak konsep bermunculan berkenaan dengan mutu, namun tidak banyak
yang dapat bertahan dan mendapat respon dari masyarakat. Sehingga banyak konsep
yang pada awal kemunculannya membuat heboh, tetapi tidak lama kemudian hilang
tertelan waktu. Lain dengan TQM konsep ini termasuk diantara sedikit konsep
yang banyak menyita perhatian para akademisi dan praktisi dari berbagai belahan
dunia pada dua dekade terakhir.
3
B. Manajemen Mutu dan TQM
Mutu
adalah sifat dari benda dan jasa. Menurut Arcaro (2005), mutu merupakan sebuah
proses terstruktur untuk memperbaiki keluaran yang dihasilkan. Mutu didasarkan
pada akal sehat. Di bidang pendidikan, mutu menciptakan lingkungan baik
pendidik, orangtua, pejabat pemerintah, wakil masyarakat dan pebisnis, untuk
bekerjasama guna memberikan peluang dan harapan masa depan peserta didik.
Setiap
orang selalu mengharapkan bahkan menuntut mutu dari orang lain, sebaliknya
orang lain juga selalu mengharapkan dan menuntut mutu dari diri kita. Ini
artinya, mutu bukanlah sesuatu yang baru, karena mutu adalah naluri manusia.
Benda dan jasa sebagai produk dituntut mutunya, sehingga orang lain yang
menggunakan puas karenanya. Dengan demikian, mutu adalah paduan sifat-sifat
dari barang atau jasa, yang menunjukkan kemampuannya dalam memenuhi kebutuhan
pelanggan, baik kebutuhan yang dinyatakan maupun yang tersirat.
Benda
dan jasa sebagai hasil kegiatan manusia yang secara sadar dilakukannya disebut
“kinerja”. Kinerja itulah yang dituntut mutunya, sehingga muncul istilah “mutu
kinerja manusia”. Suatu kinerja disebut bermutu jika dapat menemuhi atau
melebihi kebutuhan dan harapan pelanggannya. Oleh karena itu, maka suatu produk
atau jasa sebagai kinerja harus dibuat sedemikian rupa agar dapat memenuhi
kebutuhan dan harapan pelanggannya.
Dalam
pembicaraan tentang mutu, terdapat unsur-unsur yang terkait, yaitu: produk dan
jasa, penghasil produk/jasa, pelanggan, kebutuhan dan harapan, produk atau jasa
yang bermutu dan kepuasan.
Produk
dan jasa adalah hasil yang diproduksi karena ada yang memerlukan. Orang yang
membuat produk atau jasa disebut penghasil produk atau jasa, sedangkan orang
yang memerlukan produk atau jasa itu disebut pelanggan. Adapun kebutuhan dan
harapan adalah cerminan dari apa saja yang diharapkan atau dibutuhkan oleh
pelanggan dari pihak penghasil produk atau jasa. Adanya produk atau jasa yang
disebut bermutu bila dapat memenuhi atau bahkan melebihi dari sekadar kebutuhan
dan harapan pelanggan atau penggunanya, yang ditandai dengan kepuasan.
Ciri-ciri
manajemen mutu (sebagai bentuk pelayanan pelanggan), sebagaimana yang
dikehendaki dalam TQM yaitu ditandai dengan: (1) ketepatan waktu pelayanan, (2)
akurasi pelayanan, (3) kesopanan dan keramahan (unsur menyenangkan pelanggan),
(4) bertanggung jawab atas segala keluhan (complain) pelanggan, (5)
kelengkapan pelayanan, (6) kemudahan mendapatkan pelayanan, (7) variasi
layanan, (8) pelayanan pribadi, (9) kenyamanan, (10) dan ketersediaan atribut
pendukung (Slamet, 1994: 72-74). Setiap produk/jasa yang bermutu memberikan
pelayanan tepat waktu seperti yang disepakati dengan pelanggan. Tertundanya
waktu dari yang telah disepakati menjadi cacat mutu karena cidera janji.
Akurasi
pelayanan atau ketepatan produk atau jasa seperti yang diminta atau dipesan
oleh pelanggan juga merupakan salah satu dari ciri mutu pelayanan. Kesalahan
dari apa yang dipesan, menyebabkan produk atau jasa tersebut tidak bermanfaat
bahkan mendatangkan kerugian bagi pelanggan. Untuk itu menjadi penting
melakukan proses pendefisian kebutuhan pelanggan sebelum proses produki atau
layanan dilakuan.
4
Setiap
pelayanan yang bermutu harus menyenangkan pelanggan, sehingga kesopanan dan
keramah-tamahan dalam berkomunikasi dengan pelanggan menjadi unsur penting
untuk menjaga mutu. Ungkapan sehari-hari dalam dunia bisnis: “pembeli adalah
raja” maksudnya adalah berusaha memuaskan pembeli agar kembali lagi untuk
membeli di kesempatan lain.
Setiap
penghasil produk atau jasa harus berani bertanggung jawab atas segala yang
telah diperbuatnya, ia harus mempertanggung jawabkan atas segala resiko yang
diakibatkan oleh pekerjaan itu. Semua yang menjadi keluhan (complain)
pelanggan harus dipertanggung jawabkan, jika produk tidak sesuai dengan yang
dibutuhkan sesuai janji kesepakatan sebelumnya, maka ia harus bertanggung jawab
untuk menggantinya. Sebagai penghasil produk atau jasa haruslah selengkap
mungkin menyediakan sarana dan kemampuan yang diperlukan oleh pelanggan. Ini
artinya, bahwa penghasil produk atau jasa haruslah profesional dan kompeten
dengan bidangnya. Selain itu, sebagai penghasil produk atau jasa haruslah
memberikan kemudahan kepada pelanggan untuk mendapatkan produk atau jasa
tersebut, baik yang berhubungan dengan waktu, tempat, atau kemudahan
menjangkaunya.
Bentuk
pelayanan hendaknya juga bervariasi, sehingga banyak pilihan bagi pelanggan.
Inovasi haruslah digalakkan sehingga banyak temuan untuk menunjang variasi
layanan tersebut. Sedapat mungkin pelayanan bersifat pribadi lebih ditonjolkan,
sehingga tidak terkesan kaku, fleksibel dan terkesan ada penanganan khusus bagi
pelanggan. Kenyamanan pelayanan harus pula diciptakan, misalnya berhubungan
dengan lokasi/ruangan, fasilitas pelayanan yang memadai seperti
petunjuk-petunjuk yang mudah dikenali oleh pelanggan, dan ketersediaan
informasi yang dibutuhkan oleh pelanggan.
Peranan
atribut pendukung seperti lingkungan yang nyaman, kebersihan yang standar,
ruangan ber AC, ruang tunggu dan lain-lain yang bersifat penunjang sangat
diperlukan bagi suksesnya pelayanan mutu. Oleh karena itu perlu diperhatikan.
Konsep mutu sebenarnya selain bersifat absolut juga bersifat relatif dari
pelanggannya. Mutu yang bersifat absolut menunjuk pada suatu produk atau jasa
yang standar tertentu, dipatok dengan ukuran tertentu oleh suatu lembaga yang
memiliki otonomi untuk itu. Mutu suatu produk atau jasa yang bersifat relatif
berarti tergantung pada pelanggannya bagaimana mereka menetapkan standar
kebutuhan dan harapannya.
Mengapa produk atau jasa harus bermutu? Dalam persaingan
bebas kita seharusnya berorientasi pada kebutuhan dan harapan konsumen atau
pelanggan (customers). Jika produk/layanan hasil kinerja kita tidak
bermutu, maka customers akan meninggalkan kita, karena ada alternatif
lain yang bisa dipilih oleh mereka. Jika penghasil produk/jasa ingin tetap
berlangsung usahanya (dipakai oleh customers), maka ia harus menjaga
mutu bahkan meningkatkan mutu produk atau jasa layanannya seiring dengan
tuntutan kebutuhan dan harapan customers.
Adapun sifat-sifat pokok mutu jasa, menurut Slamet (1994:
89-90) adalah mengadung unsur-unsur: (1) keterpercayaan (reliability),
(2) keterjaminan (assurance), (3) penampilan (tangibility), (4)
perhatian (emphaty), dan (5) ketanggapan (responsiveness).
Keterpercayaan dapat dihasilkan dari sikap dan tindakan
seperti: jujur, tepat waktu pelayanan, terjaminnya rasa aman dengan produk atau
jasa yang dipergunakan, dan ketersediaan produk ata jasa saat dibutuhkan
pelanggan.
5
Keterjaminan suatu mutu jasa dapat ditimbulkan oleh
kondisi misalnya penghasil produk/jasa memang kompeten dalam bidangnya, obyektif
dalam pelayanannya, tampil dengan percaya diri dan meyakinkan pelanggannya.
Penampilan adalah sosok dari produk/jasa dan hasil karyanya. Misalnya bersih,
sehat, teratur dan rapi, enak dipandang, serasi, berpakaian rapi dan harmonis,
dan buatannya baik.
Empati adalah berusaha merasakan apa yang dialami oleh
pelanggan (“seandainya saya dia”). Cara berempati dapat dinyatakan dengan penuh
perhatian terhadap pelanggan, melayani dengan ramah dan memuaskan, memahami
keinginan pelanggan, berkomunikasi dengan baik dan benar, dan bersikap penuh
simpati.
Adapun ketanggapan adalah ungkapan cepat tanggap dan
perhatian terhadap keluhan pelanggan. Ungkapan tersebut dapat dinyatakan dengan
cepat memberi respon pada permintaan pelanggan dan cepat memperhatikan dan mengatasi
keluhan pelanggan.
6
C. Nilai-nilai
Kepemimpinan Islam dan Nilai-nilai TQM
Menurut Hersey dan Blanchard, seperti yang dikutip
Tobroni (2005: 19), bahwa kepemimpinan adalah proses mempengaruhi aktivitas
seseorang atau sekelompok orang untuk mencapai tujuan dalam situasi tertentu.
Gibson menambahkan bahwa kepemimpinan itu mempengaruhi memotivasi atau
kompetensi individu-individu dalam suatu kelompok.
Sedangkan kaitannya dengan TQM, menurut Goetsch dan
Davis, bahwa kepemimpinan merupakan kemampuan untuk membangkitkan semangat
orang lain agar bersedia dan memiliki tanggungjawab total terhadap usaha
mencapai atau melampau tujuan organisasi (Tjiptono, 2003:152).
Baik dalam nilai-nilai kepemimpinan Islam maupun TQM,
keduanya memiliki karakteristik sebagai berikut:
Pertama, tanggungjawab yang seimbang. Maksudnya
tanggungjawab terhadap pekerjaan yang dilakukan dan tanggungjawab terhadap
orang yang harus melaksanakan pekerjaan tersebut. Dalam sebuah hadits
disebutkan bahwa, ”setiap manusia sesungguhnya pemimpin, dan seorang
pemimpin tersebut bertanggungjawab apa yang dipimpinnya.”
Kedua, memiliki kemampuan yang baik. Maksudnya, pemimpin
yang baik adalah seorang yang mempunyai kemampuan dan ide-ide/gagasan yang
cemerlang guna meningkatkan kualitas lembaga/organisasi. Dalam sebuah hadits
juga disitir, bahwa ”jika suatu urusan diserahkan pada seseorang yang bukan
ahlinya, maka tunggulah saat kehancurannya.” Pemimpin dipilih berdasarkan
prestasi dan kemampuan khusus tertentu yang sangat dibutuhkan untuk memimpin
sebuah lembaga.
Ketiga, memiliki ketrampilan komunikasi yang baik.
Pemimpin yang berkualitas harus bisa menyampaikan pikirannya secara jelas
dengan menggunakan komunikasi yang tepat dan efektif. Banyak ayat al-Qur’an
yang menyinggung mengenai pentinggnya menggunakan bahasa, tentang qaulan
karimah (perkataan yang mulia) qaulan baligha (perkataan yang
sampai), dan seterusnya. Pemimpin yang sukses ialah pemimpin yang dapat
menggunakan ketrampilan komunikasi dan pengaruhnya untuk meyakinkan orang lain
akan sudut pandangnya serta mengarahkan mereka pada tanggungjawab total
terhadap pandangannya.
7
TQM memandang bahwa kepemimpinan bukanlah fungsi dari
kharisma. Dengan demikian, nilai-nilai kepemimpinan dapat diukur indikatornya
sebagai berikut:
1. Pemimpin menentukan dan
mengungkapkan misi organisasi secara jelas.
2. pemimpin menetapkan tujuan,
perioritas dan standar
3. pemimpin lebih memandang
kepemimpinan sebagai tanggungjawab daripada suatu hak istimewa dari suatu
kedudukan.
4. pemimpin bekerja dengan orang-orang
yang berpengetahuan dan tangguh, serta memberikan kontribusi kepada organisasi.
5. pemimpin memperoleh kepercayaan,
respek dan integritas.
Sementara nilai-nilai kepemimpinan Islam (spiritual)
menurut Tobroni (2005: 158-210), terdapat lima hal yang urgent untuk sikapi,
yaitu: pertama, pemimpin merupakan murabbi (pendidik/contoh/suri
tauladan). Artinya pemimpin harus peduli dan mampu ”mengemong” orang-orang yang
dipimpinnya. Kedua, pemimpin pengilham, artinya seorang yang memberdayakan,
mencerahkan, mengkayakan serta mensejahterakan orang yang dipimpin. Ketiga,
pemimpin sebagai pemakmur. Artinya seorang yang berlomba-lomba untuk kebajikan,
serta bersungguh-sungguh dijalan kebenaran sehingga dapat memakmurkan orang-orang
yang dipimpinnya. Keempat, pemimpin sebagai entrepreneur. Seorang
pemimpin harus memiliki jiwa inovatif serta mampu mecari peluang-pelung yang
dapat memajukan sebuah oraganisasinya. Kelima, pemimpin sebagai
pemberdaya. Yaitu seorang pemimpin yang mampu melahirkan regenerasi (leader)
untuk kelangsungan sebuah organisasi/lembaga.
8
D. Implikasi TQM pada
Pendidikan Islam
Untuk pengembangan manajemen mutu terpadu, usaha
pendidikan Islam tidak lain adalah merupakan usaha “jasa” yang memberikan
pelayanan kepada pelanggannya, yaitu mereka yang belajar dalam lembaga
pendidikan tersebut. Yaitu peserta didik yang biasa disebut klien/pelanggan
primer (primary external customers). Mereka inilah yang langsung
menerima manfaat layanan pendidikan dari lembaga tersebut. Para klien terkait
dengan orang yang mengirimnya ke lembaga pendidikan, yaitu orangtua atau
lembaga tempat klien tersebut bekerja, dan mereka ini kita sebut sebagai
pelanggan sekunder (secondary external customers). Pelanggan lainnya
yang bersifat tersier adalah lapangan kerja bisa pemerintah maupun masyarakat
pengguna output pendidikan (tertiary external customers). Selain itu,
dalam hubungan kelembagaan masih terdapat pelanggan lainnya yaitu yang berasal
dari intern lembaga; mereka itu adalah para guru dan tenaga administrasi
lembaga pendidikan, serta pimpinan lembaga pendidikan (internal customers).
Walaupun para guru dan tenaga administrasi, serta pimpinan lembaga pendidikan
tersebut terlibat dalam proses pelayanan jasa, tetapi mereka termasuk juga
pelanggan jika dilihat dari hubungan manajemen. Mereka berkepentingan dengan
lembaga tersebut untuk maju, karena semakin maju dan berkualitas mereka
diuntungkan, baik secara kebanggaan maupun finansial.
Seperti disebut di atas bahwa program peningkatan mutu
harus berorientasi kepada kebutuhan atau harapan pelanggan, maka layanan
pendidikan Islam haruslah memperhatikan masing-masing pelanggan tersebut.
Kepuasan dan kebanggan dari mereka sebagai penerima manfaat layanan pendidikan
harus menjadi acuan bagi program peningkatan mutu layanan pendidikan Islam.
Untuk mengaplikasikan konsep TQM ke dalam pendidikan
Islam, perlu kita meminjam prinsip-prinsip pencapaian mutu Edward Deming,
berikut ini, ialah uraian tentang penerapan prinsip-prinsip tersebut ke dalam
pendidikan Islam:
Pertama, untuk menjadi
lembaga pendidikan Islam yang bermutu perlu kesadaran, niat dan usaha yang
sungguh-sungguh dari segenap unsur di dalamnya. Mutu pendidikan Islam dapat
diukur dari pengakuan orang lain (siswa, sejawat dan masyarakat) bahwa
pendidikan Islam tersebut benar-benar memberikan pengaruh positif bagi kemajuan
personal, melahirkan temuan-temuan melalui riset yang bermanfaat bagi
pengembangan masyarakat, bangsa dan dunia.
Kedua, lembaga
pendidikan Islam yang bermutu adalah yang secara keseluruhan memberikan
kepuasan kepada masyarakat pelanggannya, artinya harapan dan kebutuhan
pelanggan terpenuhi dengan jasa yang diberikan oleh lembaga tersebut. Kebutuhan
pelanggan adalah berkembangnya SDM yang bermutu dan tersedianya informasi,
pengetahuan dan teknologi yang bermanfaat, karya lembaga pendidikan Islam
tersebut. Bentuk kepuasan pelanggan misalnya para lulusannya merasakan manfaat
pendidikannya dalam meniti karirnya di lapangan kerja. Selain itu di dalam
pendidikan Islam tersebut terjadi proses belajar-mengajar yang teratur dan
lancar, guru-gurunya produktif, berperan aktif dalam memajukan bangsa dan
negara, dan lulusannya berprestasi cemerlang di masyarakat.
9
Ketiga, perhatian
lembaga pendidikan Islam selalu ditujukan pada kebutuhan dan harapan para
pelanggan: siswa, masyarakat, industri, pemerintahan dan lainnya, sehingga
mereka puas karenanya. Pendidikan Islam yang mampu memberikan kontribusi bagi
tatanan kehidupan yang lebih luas. Pendidikan Islam mampu bersaing pada
posisi-posisi strategis untuk membangun kualitas hidup manusia secara adil,
setara dan bijaksana.
Keempat, pendidikan
Islam yang bermutu tumbuh dan berkembang karena adanya modal kerjasama yang
baik antar sesama unsur di dalamnya untuk mencapai mutu yang ditetapkan.
Sebagai contoh kelompok pengajar bekerjasama menyusun strategi pembelajaran
siswa secara efektif dan efisien. Jika hanya satu atau dua saja guru yang
mengajar secara baik tidaklah cukup, karena tidak akan menjamin terjadinya mutu
siswa yang baik.
Untuk itu, maka harus semua guru menjadi pengajar yang baik. Sebaliknya,
jika gurunya menjadi pengajar yang baik, maka siswanya haruslah ingin belajar
secara efektif. Proses belajar mengajar tidak dapat dikatakan efektif dan
efisien jika hanya sepihak, gurunya saja atau siswanya saja yang baik.
Interaksi yang baik antar sesama unsur dalam pendidikan Islam harus terjalin
secara intensif, agar pencapaian mutu dapat berhasil sesuai harapan. Dalam
upaya menggiatkan kerjasama antar unsur dalam pendidikan Islam tersebut perlu
dibentuk “tim perbaikan mutu” yang diberi kewenangan untuk mencari upaya agar
mutu pendidikan Islam lebih baik. Untuk ini pelatihan kepada tim terutama
tentang cara-cara bekerjasama yang efektif dan efisien dalam tim sangat diperlukan.
Kelima, diperlukan
pimpinan yang mampu memotivasi, mengarahkan, dan mempermudah serta mempercepat
proses perbaikan mutu. Pimpinan lembaga (kepala sekolah atau madrasah, wakil
kepala sekolah, hingga kepala bagian-bagian terkait) bertugas sebagai motivator
dan fasilitator bagi orang-orang yang bekerja dibawah pengawasannya untuk
mencapai mutu. Setiap atasan adalah pemimpin, sehingga ia haruslah memiliki
kepemimpinan. Kepemimpinan haruslah yang membuat orang kemudian merasa lebih
berdaya, sehingga yang dipimpin mampu melaksanakan tugas pekerjaannya lebih
baik dan hasil yang lebih baik pula.
Keenam, semua karya
lembaga pendidikan Islam (pengajaran, penelitian, pengabdian, administrasi dan
seterusnya) selalu diorientasikan pada mutu, karena setiap unsur yang ada di
dalamnya telah berkomitmen kuat pada mutu. Akibat dari orientasi ini, maka
semua karya yang tidak bermutu ditolak atau dihindari.
Ketujuh, ada upaya
perbaikan mutu lembaga pendidikan secara berkelanjutan. Untuk ini standar mutu
yang ditetapkan sebelumnya selalu dievaluasi dan diperbaiki sedikit demi
sedikit sesuai dengan kemampuan yang dimiliki.
Kedelapan, segala
keputusan untuk perbaikan mutu pelayanan pendidikan atau pengajaran selalau
didasarkan data dan fakta untuk menghindari adanya kelemahan dan keraguan dalam
pelaksananannya.
Kesembilan, penyajian
data dan fakta dapat ditunjang dengan berbagai alat dan teknik untuk perbaikan
mutu yang bisa dianalisis dan disimpulkan, sehingga tidak menyesatkan.
10
Kesepuluh, hendaknya
pekerjaan di lembaga pendidikan jangan dilihat sebagai pekerjaan rutin yang
sama saja dari waktu ke waktu, karena bisa membosankan. Setiap kegiatan di
lembaga tersebut harus direncanakan dan dilaksanakan dengan cermat, serta
hasilnya dievaluasi dan dibandingkan dengan standar yang ditetapkan. Hendaknya
tercipta kondisi pada setiap yang bekerja dilembaga tersebut untuk bersedia
belajar sambil bekerja, dan sedapat mungkin diprogramkan baik belajar tentang
materi, metode, prosedur dan lain-lain.
Kesebelas, dari waktu ke
waktu prosedur kerja yang digunakan di lembaga pendidikan Islam perlu ditinjau
apakah mendatangkan hasil yang diharapkan. Jika tidak maka prosedur tersebut
perlu diubah dengan yang lebih baik.
Keduabelas, perlunya
pengakuan dan penghargaan bagi yang telah berusaha memperbaiki mutu kerja dan
hasilnya. Para guru dan karyawan administrasi mencoba cara-cara kerja baru dan
jika mereka berhasil diberikan pengakuan dan penghargaan.
Ketigabelas, perbaikan
prosedur antar fungsi di lembaga pendidikan Islam sebagai bentuk kerjasama
harus dijalin hubungan saling membutuhkan satu sama lain. Tidak ada yang lebih
penting satu unsur dari unsur yang lain dalam mencapai mutu pendidikan Islam.
Misalnya, tenaga administrasi sama pentingnya dengan tenaga pengajar, dan
sebaliknya.
Keempatbelas, tradisikan
pertemuan antar pengajar dan siswa untuk mereview proses belajar-mengajar dalam
rangka memperbaiki pengajaran yang bemutu. Pertemuan dengan orangtua siswa,
pertemuan dengan tokoh masyarakat, dengan alumni, pemerintah daerah, pengusaha
dan donatur lembaga pendidikan Islam dapat dilakukan oleh penyelenggara lembaga
pendidikan Islam. Pendek kata, hendaknya semua unsur yang berkepentingan dengan
lembaga pendidikan Islam dapat berpartisipasi ikut mengembangkan pendidikan
Islam mencapai mutu yang baik.
Mendasarkan hal-hal di atas, tampak bahwa sebenarnya mutu
pendidikan Islam adalah merupakan akumulasi dari cerminan semua mutu jasa
pelayanan yang ada di lembaga pendidikan Islam yang diterima oleh para
pelanggannya. Layanan pendidikan Islam adalah suatu proses yang panjang, dan
sistem yang berjalan secara padu. Bila semua kegiatan dilakukan dengan baik,
maka hasil akhir layanan pendidikan tersebut akan mencapai hasil yang baik,
berupa “mutu terpadu.”
11
BAB III PENTUP
1.KESIMPULAN
TQM merupakan pendekatan yang digunakan untuk mengembangkan kualitas
lembaga/oraganisasi, termasuk lembaga pendidikan Islam yang berorietasi pada
kualitas proses dan hasil. Sehingga berbagai alat dan instrumen dalam TQM dapat
dipakai atau diaplikasikan dalam membangun mutu manajemen pendidikan Islam.
Nilai-nilai kepemimpinan dalam Islam dan TQM terdapat keselarasan yang
sesuai (compatible). Hal ini karena kepemimpinan dalam Islam dan TQM
sama-sama mengedepankan rasa tanggungjawab, profesionalitas yang tinggi dan
proses yang berkualitas. Pendidikan Islam sangat mengedepankan hal itu sebagai
proyeksi dan langkah yang akan digapai.
Aplikasi TQM dalam lembaga pendidikan Islam dapat mengarahkan pada
keutuhan, baik keutuhan dari fokus pelanggan, pengembangan proses, dan
pelibatan semua elemen seperti kepala sekolah/madrasah, guru, pegawai, dan
suplier perlu diperhatikan dengan terus berorientasi pada kualitas.
Sebagai bahan perenungan, maka saatnya lembaga pendidikan Islam mulai
jenjang dasar hingga jenjang paling tinggi, selain telah menggunakan ayat
al-qur’an dan hadits sebagai sumber inspirasi, juga memerlukan formulasi
standar mutu Total Quality Management (TQM). Harapannya adalah untuk
menciptakan mutu pendidikan yang mudah diukur dan dievaluasi baik dari segi
proses maupun hasilnya.
2.SARAN
Sebaiknya TQM
tidak hanya dikenal oleh kalangan tertentu saja tetapi harus sudah di kenal
oleh oleh orang banyak (publik).dan peran TQM tidak hanya diterapkan di dunia
pendidikan saja.Tetapi harus di terapkan pada perusahaan.Agar tercipta mutu
yang bagus dan memiliki pelanggan.
12
Daftar
Pustaka
Arcaro, Jerome S., 2005. Quality
in Education: In Impelmentation Handbook. [Terjemahan]. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Salis, Edward. 2006. Total Quality
Management in Education. [terj]. Yogyakarta: IRCiSoD.
Slamet, Margono.1994. Manajemen
Mutu Terpadu dan Perguruan Tinggi Bermutu. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Tobroni, 2005. The Spiritual
Leadership; Pengefektifan Organisasi Noble Industry Melalui Prinsip-prinsip
Spiritual Etis. Malang. UMM Press.
Tobroni, 2008. Pendidikan Islam;
Paradigma Teologis, Filosofis dan Spiritualitas. Malang: UMMpress.
Tjiptono, Fandy, 1999. Aplikasi
TQM dalam Manajemen Perguruan Tinggi, Konsep dan Pelaksanaan. Jakarta: Depdiknas.
http://id.wikipedia.org/wiki/Manajemen_kualitas_total.
http://www.deliveri.org/guidelines/policy/pg-6/pg-6summaryi.htm
13